BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh
manusia untuk menyampaikan pesan yang ada dalam pikirannya ke dalam bentuk
lisan maupun tulisan.Secara internal bahasa dapat dikaji melalui struktur
fonologi, morfologi, sintaksis sampai struktur wacananya.Sedangkan kajian secara
eksternal berkaitan dengan factor-faktor yang ada di luar bahasa melahirkan
displin baru yang merupakan kajian antara dua bidang ilmu atau lebih.Seperti
sosioliguistik yang merupakan kajian antara sosiologi dan linguistic, psikolinguitik
merupakan kajian psikologi dan linguistic, neurolinguistik merupakan kajian
antara neurologi dan linguistic.
Dalam pengguna bahasa tersebut, belakangan ahli
bahasa dalam pengguna bahasa tidak dapat mengamati bagaimana sebuah bahasa
terdistribusi di masyarakat, tetapi juga bagaimana sebuah perubahan terjadi
dalam suatu bahasa.
Dewasa ini adanya
perubahan bahasa ditinjau dari pandangan tradisional, perubahan-perubahan yang
sedang terjadi dan mekanisme perubahan, para ahli banyak yang memperdebatkan
masalah perubahan bahasa, apakah diamati atau tidak.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian perubahan bahasa?
2.
Bagaimana perubahan fonologi?
3.
Bagaimana perubahan morfologi?
4.
Bagaimana perubahan sintaksis?
5.
Bagaimana perubahan kosakata?
6.
Bagaimana perubahan semantic?
7.
Bagaimana pandangan tradisional terhadap
perubahan bahasa?
8.
Apa saja perubahan bahasa yang sedang
berlangsung?
9.
Bagaimana mekanisme perubahan bahasa?
C.
Tujuan
penulisan
1.
Untuk mengetahui perubahan bahasa.
2.
Untuk mengetahui perubahan fonologi.
3.
Untuk mengetahui perubahan sintaksis.
4.
Untuk mengetahui perubahan kosakata.
5.
Untuk mengetahui perubahan semantic.
6.
Untuk mengetahui pandangan tradisional terhadap
perubahan bahasa.
7.
Untuk mengetahui apa saja perubahan bahasa yang
sedang berlagsung.
8.
Untuk mengetahui mekanisme perubahan bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perubahan Bahasa
Wadhaught dalam Chaer menyatakan bahwa
perubahan bahasa itu tidak dapat diamati, sebab perubahan itu sudah menjadi
sifat hakiki bahasa, berlangsung dalam waktu relatif lama, sehingga tidak
mungkin diobservasi oleh seseorang dalam waktu terbatas.Namun, yang dapat
diketahui adalah bukti adanya perubahan bahasa itu.Ini terbatas pada
bahasa-bahasa yang mempunyai tradisi tulis, dan mempunyai dokumen tertulis dari
masa-masa yang sudah lama berlalu.
Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya
perubahan kaidah, entah kaidahnya direvisi, kaidahnya menghiang, atau munculnya
kaidah baru. Dan semuanya dapat terjadi pada semua tataran linguistic, yaitu:
fonologi, morfologi, sintaksis, semantic ,maupun lekson. Menurut Sausure (1959)
dan Bloon Field (1913) yang dapat kita lakukan adalah mengamati akibat dari
perubahan bahasa tersebut.Akibat utama perubahan bahasa adalah adanya perbedaan
terhadap struktur bahasa tersebut, para ahli bahasa awalnya mengamati perubahan
bahasa dalam bentuk adanya variasi bahasa.[1]
B.
Perubahan Fonologi
Perubahan fonologi dalam bahasa inggris ada
juga yang berupa fonem.Bahasa Inggris kuno dan pertengahan tidak mengenal fonem
/z/. Lalu ketika terserap kata-kata seperti
azure, measure, rougedari bahasa perancis, maka fonem /z/ tersebut
ditambahkan dalam khazanah fonem bahasa inggris. Perubahan bunyi dalam sistem
fonologi Bahasa Indonesiapun dapat kita lihat sebelumnya berlakunya EYD. Fonem
/f/,/x/, dan /s/ belum dimasukkan dalam khazanah fonem Bahasa Indonesia. Bahasa
Indonesia lama hanya mengenal empat pola silabel, yaitu V,VK, KV dan KVK.
Tetapi kini pola KKV, KKVK, KVKK telah pula menjadi pola sialbel dalam Bahasa
Indonesia.
C.
Perubahan
Morfologi
Perubahan
bahasa dapat juga terjadi dalam bidang korfologi yaitu dalam proses
pembentuka kata. Conthnya dalam Bahasa
Indonesia ada proses penaasalan dalam proses pembentukan kata dengan prifeks me- danpe-. Kaidahnya
adalah :
1.
apabila kedua prifks itu diimbuhkan pada kata
yang dimulai dengan konsonan /I/,/r/,/w/, dan /y/ tidak terjadi penasalan.
2.
Apabila diimbuhkan pada kata yang dimulai pada
konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal /na/.
3.
Apabila diimbuhkan pada kata yang dimulai
dengan konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/.
4.
Apabila diimbukan pada kata yang dimulai dengan
konsonan /s/ diberi nasal /nya/.
5.
Apabila diimbuhkan pada kata yang dimulai
dengan konsonan /g/,/k/,/h/, dan semua vocal diberi nasal /ng/.[2]
D.
Perubahan
Sintaksis
Perubahan kaidah sintaksis dalam Bahasa
Indonesia juga dapat kita temukan. Misalnya, menurut kaidah sintaksis yan
berlaku sebuah kalimat aktif transitif harus selalu mempunyai objek, atau dalam
rumusan lain setiap kata kerja aktif transitif diikuti oleh objek. Tetapi dalam
kalimat aktif transitif banyak yang tidak dilengkapi objek, seperti:
a.
Reporter anda melaporkan dari tempat kejadian.
b.
Pertunjukan
itu sangat mengecewakan.
c.
Sekretais itu sedang mengetik di ruangannya.
d.
Dia mulai menulis
sejak duduk di bangku SMP.
e.
Kakek sudah
makan, Tetapi belum minum.
E.
Perubahan
Kosakata
Perubahan bahasa paling mudah terlihat adalah
pada bidang kosakata.Perubahan kosakata berarti bertambahnya kosakata baru,
hilangnya kosakata lama, dan berubahnya makna kata. Bahasa Inggris yang
diperkirakan memiliki lebih 60.000 kosakata adalah karena penmbahan kata-kata
baru yang dari berbagai sumber bahasa lainyang telah berlangsung sejak belasan
abad yang lalu. Sedangkan Bahasa Indonesia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesiamemiliki sekitar 65.000 kosakata,
tetapi dalam Kamus Poerwadarminta hanya
terdapat 23.000 kosakata. Hal ini juga karena tambahan beragai sumber termasuk
bahasa-bahasa asing dan bahasa-bahasa nusantara.[3]
F. Perubahan Semantik
Perubahan semantic mumnya dalah berupa perubahan pada makna butir-butir
leksikal yang mungkin berubah total, meluas, atau juga menyempit. Perubahan
yang bersifat total maksudnya, apabila pada waktu dahulu kata itu bermkna A,
maka kini atau bermakna B.
Perubahan makna yang
bersifat meluas (broadening), maksudnya dahulu kata tersebut hanya
memiliki satu makna, tetapi sekarang lebih dari satu makna.Misalnya, dalam
Bahasa Inggris kata holiday asalnya hanya bermakna “hari sucu” (yang
berkaitan dengan agama).Tetapi sekarang bertambah degan makna “hari libur”.
Perubahan makna yang
menyempit, artinya jika pada umumnya kata itu memiliki makna yang luas, tetapi
kini menjadi sempit maknanya. Seperti, kata “sarjana” dalam Bahasa Indonesia
pada mulanya bermakna “orang cerdik pandai”, tetapi sekarang hanya bermakna
“orang yang sudah lulus dari perguruan tinggi”.
Dalam pengguna bahasa
tersebut, belakangan para ahli bahasa dalam pengguna bahasa tidak hanya dapat
mengamati bagaimana sebuah bahasa terdistribusi di masyarakat, tetapi juga
bagaimana sebuah perubahan dalam suatu bahasa.
Perubahan bahasa yang
terjadi dalam internal bahasa sendiri, yang menyebabkan perbedaan struktur
bahasa akibatnya dalam jangka waktu tertentu sebuah kata diucapkan berbeda
seperti kata dalam Bahasa Inggris ada dua kata berbeda untuk menyebut
kuda.Yaitu “horse”dan “hoarse”. Dan juga ada dua kata yang awalnya
berasal dari satu kata seperti “thin” dan “thing”, sehingga
terjadi satu unit pengucapan kata menjadi dua. Perubahan yang kedua adalah
perubahan yang hakikatnya merupakan perubahan eksternal. Perubahan ini terjadi
akibat adanya peminjaman (borrowing) dari bahasa dialek lain ke sebuah
bahasa.[4]
Beberapa bahasa di dunia juga mangalami peminjaman dari bahasa-bahasa
lain, seperti bahasa hindu yang banyak meminjam dari Bahasa Sansekerta atau
Bahasa Urdu dari Bahasa Arab.
Peminjaman kadang kala
tidak terjadi hanya kepada tataran pengucapan
saja, tetapi juga kepada tataran bahasa meskipun hal ini terbatas.[5]
G.
Pandangan
Tradisional
Perubahan
bahasa yang terjadi dalam internal bahasa sendiri, yang menyebabkan perbedaan
struktur bahasa.Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu sebuah kata diucapkan
berbeda. Dalam Bahasa Inggris, ada dua kata berbeda intuk menyebutkan kuda, “horse”dan “hoarse”. Juga ada dua kata yang awalnya berasal dari satu kata “thin” dan “thing”. Sehinga terjadisatu unit pengucapan kata menjadi dua.
Perubahan
yang kedua adalah perubahan yang hakikatnya merupakan perubahan eksternal.
Perubahan ini terjadi akibat adanya peminjaman (borrowing) dari bahasa dialek lain ke dalam sebuah bahasa. Dalam
Bahasa Inggris contohnya, dalam pengucapan Zhuntuk
Jdalam conth mengucapkan Jeanne.
Beberapa bahasa
di dunia juga mengalami pemijaman dari bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Hindi
banyak meminjam dari Bahasa Sansakerta atau Bahasa Urdu dari Bahasa Arab.
Peminjaman kadangkala terjadi tidak hanya
kepada tataran pengucapan saja, tetapi juga kepada tataran tata bahasa meskipun
hal ini sangat erbatas.
Pandangan tradisional terhadap perubahan bahasa
juga tertarik melihat “Kekerabatan Bahasa” dan hubungan antara bahasa-bahasa.
Ahli bahasa merekonstruksi sejarah bahasa yang saling berhubungan yang memiliki
kemiripan, sehingga dapat melihat suatu sat di massa lalu ketika satu bahasa
terpecah atau hilang.[6]
Pendekatan alternative.Gelombang bahasa lebih
mudah digunakan dalam melihat perubahan bahasa.Dengan pendekatan ini, perubahan
bahasa yang timbul dilihat sebagai sebuah aliran dan interaksi
bahasa-bahasa.Meskipun tidak mudah untuk melihat aliran bahasa yang masuk ke
suatu bahasa.Ini mrupakan jenis perubahan bahasa yang ketiga yaitu bahasa
berkembang da menyebar.Pengamatan mengenai perkembangan bahasa ini disebur
etimologi, yaitu kajian yang menyelidiki asal usul kata.
Dengan
konsep “gelombang” dan “difusi” bahasa, akan membantu memahami proses perubahan
bahasa. Konsep mengenai “Keluarga atau Kekerabatan Bahasa” melihat akibat yang
ditimbulkan dalam perubahan yang terjadi dalam sebuah bahasa.[7]
H.
Beberapa Perubahan
Bahasa yang sedang Belangsung
Beberapa ahli bahasa mngamati perubahan bahasa
yang sedang terjadi.Misalnya, Chambers
dan Trudgil (1980) menjelaskan perkembangan pengucapan r uvular (pengucapan dengan anak lidah) dalam Bahasa Eropa dan
Eropa utara. Dulu pengucapan r di
wilayah tersebut dengan apical (menempelkan ke langit-langit) atau bergeser,
tetapi mulai abad ke-17 cara pengucapan r
uvular dari Paris menggantikan cara pengucapan r yang lain. Cara pengucapan ini
menjadi cara pengucapan standar di Perancis, Jerman, dan Denmark, juga ditemukan
di Belanda, Swedia, dan Norwegia.
Seorang ahli bahasa, Gimson (1962) mengamati
bahwa beberapa pengucapan huruf vokal diftong cenderung diucapkan menjadi satu
huruf vokal, contoh pada kata home.Gejala ini biasanya terjadi pada
lingkungan anak muda. Di AS, beberapa
contoh ditemui, misal: naughty à notti, caught à cot, dawn à don.[8]
Dari contoh di atas dapat diamati bahwa faktor
usia, anak muda kecenderungan untuk
menggunakan bahasa yang berbeda dengan generasi yang lebih tua. Meksipun,
faktor usia bukanlah jaminan mengenai fenomena perubahan bahasa. Bukan jaminan,
ketika sekelompok anak muda menggunakan bahasa yang berbeda dengan mereka yang
lebih tua, tetapi kemungkinan pada kurun tertentu di masa ketika mereka menjadi
lebih dewasa/tua mereka tetap mempertahankan gaya bahasa mereka. Bisa jadi
mereka akan menggunakan bahasa sesuai dengan usia mereka. Untuk melihat
fenomena ini, maka metode penelitian survei cocok untuk diterapkan. Penelitian
dilakukan kepada penggunaan bahasa oleh sampel sekelompok anak muda, kemudian
ketika mereka berusia 20 – 30 tahun, penggunaan bahasa mereka di cek lagi
apakah cenderung sama atau berubah, dan hasilnya dibandingkan.
Penelitian yang membandingkan dua set data pada
dua kurun waktu yang berbeda dilakukan oleh Labov (1963) dalam hal pengucapan
bahasa di Vineyard Martha, tiga mil dari
Massachussets, penduduknya terdiri dari orang Yankee, Portugis, dan Indian
America. Penelitiannya berfokus kepada dua set kata: (1) out,
house, dan trout dan (2) while,
pie, dan night. Penelitian dilaksanakan pada tahun 1930. Variabel
penelitian dua set, pertama
(aw) untuk variabel (au ) atau (əu), kedua (ay) untuk variabel (ai) atau (ei).
Pada tahun 1972, Labov mempublikasikan
temuannya.Penjelasan dari temuannya adalah penduduk asli merasa lebih memiliki
pulau mereka dengan menggunakan variabel pertama (aw) dan (ay). Temuan tersebut
mengindikasikan bahwa anak muda masih bebas untuk memilih, di mana akan
tinggal. Tidak seperti orang tua, yang merasa nyaman dengan tempat tinggalnya,
sehingga cenderung memilih penggunaan bahasa yang berbeda dari pada ketika
masih mudanya.
Labov juga mengamati perbedaan pengucapan r
oleh kelompok sosial kelas menengah yang cenderung lebih “hiperkorektif” dalam
mengucapkan r dengan pengucapan yang lebih jelas, juga oleh laki-laki
dari pada perempuan. Perempuan mulai mengucapkan r dengan lebih jelas
seperti halnya laki-laki. Hal ini mengindikasikan bahwa kelas sosial yang
lebih rendah telah menerima gaya bahasa yang formal.
Trudgill (1972) mengamati perubahan bahasa yang
sedang terjadi.Dia mengamati bahwa pekerja wanita lebih suka mengucapkan (ng)
dengan (n), contoh pada kata singing, wanita mengucapkan (singin’) bukan
(singing).Pengamatannya
menghasilkan temuan bahwa perubahan bahasa juga ditentukan oleh faktor gender.[9]
Cheshire (1978) melakukan penelitian di Reading,
Inggris. Dia menemukan bahwa anak laki-laki dari strata kelas sosial bawah
lebih sering menggunakan sintaksis bahasa yang tidak standar dari pada anak
perempuan.Gejala ini menunjukkan, adanya “solidaritas” dalam penggunaan bahasa.
Penelitian-penelitian di atas mengarahkan kita
untuk membatasi area yang mengakibatkan perubahan bahasa. Yang memotivasi
perubahan bahasa dapat beragam, mulai dari: mencoba menjadi warga kelas “yang
lebih tinggi” atau sebaliknya “lebih rendah”, agar tidak dianggap “orang
asing”, atau agar dianggap memiliki jiwa “solidaritas”. Wanita juga dianggap
cukup aktif dalam membawa perubahan bahasa, meskipun laki-laki juga bisa.[10]
I.
Mekanisme
Perubahan
Menurut Labov (1972) ada beberapa mekanisme
dasar dalam perubahan bahasa. Mekanisme yang memiliki tiga belas tahapan, dan Labov menyebut delapan tahapan
pertama sebagai
“perubahan dari bawah”, sementara lima sisanya disebut
sebagai “perubahan
dari atas”. Berikut ketiga belas tahapan
tersebut:
1. Bunyi berubah
biasanya bermula ketika penggunaan bahasa anggota kelompok dari komunitas
penutur bahasa tertentu terbatasi, yaitu masa dimana ketika identitas komunitas
yang terpisah menjadi lemah.Bentuk linguistik yang berganti biasanya berupa
penanda status wilayah dengan distribusi penggunaan bahasa yang tidak merata
dalam masyarakat.Pada tahap ini, variabel linguistik yang berubah belum
ditentukan.
2. Perubahan
baru terjadi ketika ada generalisasi bentuk (pola) linguistik oleh anggota
kelompok penutur bahasa; tahapan ini biasanya disebut dengan perubahan dari
bawah, yaitu perubahan yang terjadi dari kesadaran sosial. Variabel linguistik
menunjukkan belum ada pola variasi gaya bahasa dalam penggunaan bahasa oleh
penuturnya, namun mempengaruhi semua kelas kata yang telah ada sebelumnya.
Variabel linguistik pada tahap ini ini merupakan sebuah indikator yang
ditetapkan sebagai fungsi keanggotaan pada komunitas sosial.[11]
3. Berhasil meningkatkan
jumlah penutur bahasa pada kelompok sosial yang sama serta berhasil merespon
tekanan sosial masyarakat yang sama, membawa variabel linguistik menuju proses
perubahan bahasa, menjadi berbeda dari bahasa induknya. Perubahan ini disebut perubahan
hiperkorektif dari bawah.
4. Ketika sistem nilai
masyarakat penutur asli bahasa diadopsi oleh kelompok masyarakat lain,
perubahan bunyi-bunyi bahasa yang berkaitan nilai-nilai kemasyarakatan tersebut
agar menyebar kepada kelompok masyarakat yang mengadopsinya.
5. Batas dari penyebaran perubahan
bahasa merupakan batas dari komunitas
bahasa.
6. Ketika perubahan bunyi bahasa
dengan segala nilai-nilai sosial yang melekat didalamnya mencapai batas
penyebarannya, maka variabel linguistik menjadi salah satu norma yang
menjadi bagian dari masyarakat, dan akan dijaga oleh masyarakat. Variabel
linguistik ini sekarang menjadi penanda dan akan mulai menunjukkan
variasi/gayanya sendiri.
7. Perubahan variabel
linguistik di dalam sistem linguistik akan selalu menyesuaikan distribusi
unsur-unsur linguistik yang lain dalam tataran fonologi.
8. Penyesuaian struktur
menyebabkan perubahan bunyi kebahasaan yang masih berhubungan dengan bahasa
asalnya. Tetapi kelompok penutur bahasa yang baru akan memperlakukan bunyi
bahasa yang diterimanya sebagai bunyi baru dalam komunitas penutur bahasa
tersebut.
9. Apabila kelompok penutur
bahasa yang menerima bahasa baru bukan dari kelas yang lebih tinggi, maka
kelompok masyarakat yang berasal dari kelas yang lebih tinggi akan
“mempengaruhi” bentuk linguistik.
10. Perubahan diatas merupakan perubahan
dari atas, suatu koreksi bagi bentuk kebahasaan yang berubah karena
mendapat pengaruh dari bahasa kelompok masyarakat yang lebih tinggi, yaitu
model bahasa yang prestis.
11. Apabila model bahasa prestis (bergengsi)
tidak mendukung bentuk kebahasaan yang digunakan oleh kelompok masyarakat dalam
beberapa bentuk kelas kata, maka kelompok lain akan melakukan hiperkoreksi,
memasukkan unsur kebahasaan yang seharusnya dilakukan oleh bahasa prestis..Ini
disebut dengan hiperkoreksi dari atas.
12. Dalam perubahan yang kuat, satu
bentuk kebahasaan akan muncul, dan
mungkin juga menghilang. Hal ini disebut dengan streotipe atau model
bahasa.
13. Apabila perubahan bahasa terjadi pada
kelas sosial yang lebih tinggi, bentuk bahasa akan menjadi model bahasa prestis.
Bahasa yang kemudian akan diadopsi oleh penutur bahasa yang lain sesuai dengan
proporsi kontak bahasa penutur bahasa terebut dengan bahasa prestos.[12]
Perubahan bahasa terjadi melalui cara-cara yang
kompleks dengan berbagai jalan perubahannya, secara sadar atau tidak sadar
dalam perubahan bahasa, tempat yang membuat tingkat sosial masyarakat ikut
mempengaruhi perubahan.
Perubahan bahasa dari atas merupakan perubahan
bahasa secara sadar.Seharusnya perubahan tersebut juga diikuti oleh pola-pola
linguistik yang standar. Perubahan dari bawah merupakan perubahan bahasa secara
tidak sadar dan cara tersebut jauh dari pola-pola linguistik standar.
Yang menarik juga adalah wanita dianggap kelompok pertama yang membawa
perubahan bahasa, sementara laki-laki kedua.Wanita memiliki motivasi untuk
mengikuti dan menyesuaikan dengan pengguna bahasa yang lebih kuat sementara
laki-laki cenderung mengikuti temannya.Wanita cenderung lebih sadar untuk
memahami perubahan bahasa sementara laki-laki tidak.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Perubahan bahasa
berarti adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya direvisi, kaidahnya
menghilang, atau munculnya kaidah baru, dan semuanya itu dapat terjadi pada
semua tataran linguistik: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik maupun leksikon
Mekanisme dasar dalam perubahan bahasa memiliki
tiga belas tahapan, perubahan bahasa dari atas merupakan perubahan bahasa
secara sadar, yang diikuti oleh pola linguistik yang standar sedangkan
perubahan dari bawah merupakan perubahan secara tak sadar.
Yang memotivasi perubahan bahasa dapat beragam,
mulai dari mencoba menjadi warga kelas
“yang lebih tinggi” atau sebaliknya “lebih rendah”, agar tidak dianggap “orang
asing”, atau agar dianggap memiliki jiwa “solidaritas”
DAFTAR PUSTAKA
Aslinda dan Leni
Syafyahya. 2007. Pengantar
Sosiolinguistik. Bandung: PT. Refika Aditama.
Paina Partana, dan Sumarsono. 2002. Sosiolinguitik.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina.2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Kushartanti, dkk (eds). 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami
Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar